Jumat, 23 Desember 2011

From The Fire Next Time

Analisis FROM THE FIRE NEXT TIME
Karya James Baldwin

by. Neziala Elsa Raudhina 

‘I’ sosok  yang menjadi pemeran utama dalam penokohan “from the fire next time, ketika ‘I’ berusia 14 tahun, pada saat itu pula sosok ‘I’  mulai mengenal agama Kristen sekaligus menjadi pengikut agama Kristen, sebut saja Harlem dimana daerah itu merupakan tempat dimana ‘I’ mengikuti jenjag pendidikan selayaknya anak-anak pada saat itu, semakin hari keyakinannya terhadap agama Kristen semakin bertambah terlepas dari para sahabatnya yang bertolak belakang dengan sosok ‘I’ (karena para sahabatnya mayoritas pemabuk, perokok) berangkat dari semua itu pergaulan sahabat-sahabatnya pun berasal  dari para pekerja seksual “sexual careers”, namun sosok ‘I’ tetap berpegang teguh pada keyakinannya yang tak tergoyahkan terhadap Kristen.
Salah satu alasan mengapa sosok “I” begitu mendalami agama Kristen karena sosok “I” menganggap bahwa agama  Kristen merupakan agama terbaik yang bisa menjauhkannya dari rasa takut akan setan yang ada dalam diri “I”  dan setan yang ada di luar, tercermin dalam kutipan dibawah ini:
“Afraid of the evil within me and afraid of the evil without”
Pernyataan mengenai “Kristen dianggap agama terbaik yang di yakini oleh ‘I’” semua itu karena dari awal sosok ‘I’ di lingkungan Kristen
“Christian nation”
Sahabat sosok ‘I’ yang bernotabene para pekerja seksual “ sexual career” ia  kenal ketika mereka (girls) acapkali  menyanyikan puji-pujian di Sunday school,
“Girls only slightly older than I was who sang in the choir or thaught Sunday school”
St. Paul yang mana telah mengajarkan segala sesuatu tentang kehidupan disana ia mengajarkan kepada sosok ‘I’ bahwasanya hidup itu perlu bekal untuk memmpertahankan eksistensinya yang salah satunya dengan cara bekerja (mencari nafkah) dan semua itu bisa didapatkan dengan cara belajar dan menuntut ilmu terlebih dahulu, semua itu berdasarkan atas pengalasman St. Paul, pun ayah sosok ‘I’ menginginkan hal yang sama yang dialami oleh gurunya sosok ‘I’.

Avenue yang digambarkan oleh sosok ‘I’ merupakan jalan yang selalu ia lewati tatkala ia sedang menjalani pendidikannya di HARLEM, namun ketika perang dunia kedua ‘second world war’ avenue berubah dengan adanya pemandangan yang sangat miris, suasana perang seakan menelan kledamaian  sebelumnya, terlihat dari kutipan:
“For the wages of sin  were visible every where, in every wine-stained and urine-splashed hallway, in every clanging ambulance bell, in every helpless, newborn baby being brought into this danger, in every knife and pistol fight on the Avenue, and in every disastrous bulletin: a cousin, mother of six, suddenly gone mad, the children parceled out here and there; an indestructible aunt rewarded for years of hard labor by a slow, agonizing death in a terrible small room; someone’s bright son blown into eternity by his own hand;……”

Kutipan diatas mendeskripsikan suasana perang dunia kedua yang terjadi pada waktu itu, ketika itu para penjajah yang berasal dari  Eropa yang berkulit putih menjajah orang yang berkulit hitam, para kulit hitam mendapat perlakuan yang jauh beda seperti yang seolah-olah tidak ada kesempatan bagi merka untuk hidup selayaknya pribumi.  Orang negro seakan tidak dibutuhkan lagi keberadaannya, dan itu semua beranjak dari  perbedaan kulit yang selalu dijadikan patokan untuk membeda-bedakan ras.
Semakin hari perlakuan orang kilit putih terhadap kulit hitam semakin tidak manusiawi, seakan kehidupan mereka tidak layak lagi dipertahankan, keadaan ini bertolak belakang dengan orang kulit putih yang semakin hari kehidupannya semakin diperbaiki, terlihat dari kutipan:
“His own condition is overwhelming proof that white people do not live by  these standards. Negro servants have been smuggling odds and ends out of white homes for generations, and white people have been delighted to have them do it,”
Kenyataan yang sangat miris tatkala kehidupan orang kulit hitam mesti mengikuti aturan orang kulit dari mulai berbicara pun orang negro (kulit hitam) tidak diperbolehkan untuk memakai bahasanya. Sungguh bagaikan populasi orang kulit hitam benar-benar tertekan.
“I rushed home from school, to the church, to altar, to be alone there, to commune with Jesus,..”
Sosok ‘I’ yang tak tahan lagi terhadap tekanan, akhirnya sosok ‘I’ melarikan diri dan pindah sekolah ke ‘high school that was predominantly Jewish’ disana ia diajari kitab ‘Gospel’ yang mana telah ditulis setelah kematian ‘Jesus’, dijelaskanlah bahwasannya kitab orang Kristen yaitu Bible tidaklah asli dari tuhan, sebab kitab Bible ditulis oleh tangan manusia dan diterjemaahkan oleh manusia (orang Kristen). Semua itu diutarakan oleh priest dan bishops (uskup) dalam perjalaanya ke Ethiopia.
Sosok ‘I’ dilema ketika dihadapkan dalam keadaan seperti ini, ketika agama yang ia yakini akan kebenarannya itu diragukan oleh agama lain ‘Yahudi’, kebingungannya semakin bertambah ketika dia berteman dengan orang-orang yahudi diantaranya yaitu: Abraham, Moses, Daniel, Ezekiel, dkk.
Persahabatannya selama ini dengan orang Yahudi diketahui ayahnya, dan ayahnya memberikan tanggapan negative dan menyuruhnya untuk menjauhi orang yahudi dengan dalih untuk menghindarkan diri dari agama mereka yang sesat, malah ayah sosok ‘I’ menuntutnya untuk bisa seperti orang kulit putih. Dikarenakan ayah sosok ‘I’ member desakan terhadap sosok ‘I’ akhirnya sosok ‘I’ pun berpura-pura menuruti keinginan ayahnya untuk menjauhi orang Yahudi.
Diutarakan pula bahwasanya syurga orang kulit putih dan syurga orang kulit hitam itu be'rbeda, orang kulit putih mempunyai Bible, sedangkan orang kulit hitam mempunyai ‘land’, namun semua itu hilang ketika orang kulit putih datang ke afrika yang akhirnya tanahpun ia  kuasai.
Tujuan orang kulit putih pada awalnya hanya ingin menyebarkan agama Kristen lewat missionarisnya, nnamun lama kelamaan orang kulit putih mempunyai tujuan lain yaitu ingin menguasai tanah kulit hitam sedikit-demi sedikit namun pasti.
Cerita tersebut kemungkinan besar di asumsikan dengan back ground dari James Baldwin itu  sendiri.
·         HARLEM,
Settingan HARLEM dalam cerita from The Fire Next Time kemungkinan besar terinspirasi dari tempat James sendiri tinggal, karena ketika James Baldwin masih berada dalam kandungan, ibunya Emma Berdis Joynes pindah ke Harlem yang kemudian menikah dengan seorang pendeta yang bernama David Baldein. 
·         AFRICA AMERICA
Dalam cerita from The Fire Next Time, terjadi sebuah problem antara orang kulit hitam dan orang kulit putih. Black disini ditunjukan bagi orang Negro, sebuah term atau kata yang dipergunakan untuk menyebut orang AFRICAN-AMERICAN. Hal tersebut ada kaitannya dengan James Baldwin, yang merupakan orang kulit hitam dan orang Afro-America. Kemungkinan besar novel James Baldwin dengan judul from The fire Next Time ini dusuguhkan untuk mewakili goncangan batinnya sebagai orang yang berwarna kulit hitam, dalam sosio-culturalnya.
·         RELIGIOUS
Dalam cerita tersebut terdapat sebuah pengangkatan topik yakni mengenai religious, hal tersebut mungkin saja dilatarbelaknagi oleh keluarga Baldwin itu sendiri, sebagaimana dalam biografi disebutkan bahwa Ibunya Baldwin menikah dengan seorang pendeta, yang otomatis kita mengetahui bahwa dia adalah beragama Kristen. Dalam cerita from The Fire Next Time  terdapat kalimat “I had been born in a cristian nation” hal ini terlihat bahwa ia dilahirkan dalam wilayah Kristen. Sebagaimana perjalanan James Baldwin bahwa ketika ia masih dalam kandungan ibunya, ibunya telah menikah dengan pendeta. Dan dalam perjalanan James Baldwin disebutkan bahwa ia ketika berumur 14 tahun menjadi seorang PANTECOSTAL di gereja dan ketika ia berusia 17 tahun ia meninggalkan agama dan pindah ke  Greenwich Village,a new York City.

Melihat adanya kesamaan dan kesesuaian dengan diri penulis, maka dapat di simpulkan bahwa  cerita dalam novel from The Fire Next Time ini terinspirasi oleh perjalanan hidup penulis atau kenyataan yang di alami oleh penulis itu nediri. 

KESIMPULAN CERITA
Cerita the fire next time ini adalah permasalahan orang negro di amerika pada permulaan tahun 1960 yang mana negro disini adalah istilah yang digunakanm untuk sebutan orang Afrika-Amerika yang berkulit hitam.
Didalam cerita ini terdapat konflik batin ketika sosok ‘I’ sekolah di sekolah yahudi. Saat itu dia menemukan bahwa ada perbedaan antara syurganya orang kulit putih dan orang kulit hitam walaupun agamanya sama-sama Kristen, orang kulit putih mempunyai pandangan bahwa syurga mereka lebih istimewa dibandingkan  dengan syurga bagi orang kulit hitam.
Terlihat kontras bahwa orang kulit hitam ingin membeda-bedakan ras mereka terutama dalam warna kulit mereka, orang kulit hitam terdeskriminasi oleh orang kulit hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar