Jumat, 23 Desember 2011

ESSAY : THE ROAD TO WIGAN PIER KARYA GEORGE ORWEL


UNSUR SEJARAH DALAM ESSAY THE ROAD TO WIGAN PIER
KARYA GEORGE ORWEL
Oleh
Neziala Elsa Raudhina

1.      Pendahuluan
Sebuah karya sastra baik yang berupa fiksi maupun Non-Fiksi selalu memiliki acuan yang bersumber dari sebuah kenyataan. Dapat di katakan bahwa kenyataan-lah yang melatarbelakangi atau menjadi inspirasi sebuah karya. Dalam hal ini, kita telah mengetahui bahwa karya fiksi selalu banyak dibumbui oleh daya khayal atau imajinasi dari pengarangnya, namun tidak dengan karya fiksi yang biasanya mengacu pada hal yang bersifat fakta, dan seluruh rangkaian isi dari tulisan tiada lain hanyalah mengacu pada hal yang brsifat realita.
Banyak hal yang melingkupi realita kehidupan dan menjadi problematika yang terkadang tak ada titik temu penyelesaiannya. Kehidupan merupakan salah satu keadaan dimana di dalamnya selalu dihubungkan dengan sosialisasi masyarakat sekitar atau hiruk pikuk kehidupan antara masyarakat dengan yang lainnya maupun dengan pemerintahan dan sistem yang berlaku di dalam lingkungan atau tempat dimana mereka tinggal.  Sebagai contohnya hal yang terkait dalam hal itu dalam bidang ekonomi, lifestyle, pemerintah, sosial- budaya, sejarah, dan lain sebagainya.   
Dari adanya sebuah kompleksitas yang sangat rumit di dalam kehidupan kita, maka tidak heran bahwa kita mempunyai sebuah rasa keingintahuan mengenai apa dan bagaimana faktor-faktor itu mempengaruhi lahirnya sebuah karya sastra.
Lalu factor apa yang menjadikan essay yang berjudul “The Road to Wigan Pier” karya George Orwell tersebut lahir dan menyebar kepada khalayak ramai? Seberapa besarkah pengaruh sejarah mempengaruhi lahirnya essay ini?.

2.      Biography Penulis

George Orwell meruapakan seorang sastrawan Inggris yang berkecimpung dalam pembuatan novel, essay, dan kritik sastra. Yang merupakan salah seorang sosok yang hebat dalam segi reporting dan politik pada kehidupnya dan era atau zaman ketika ia hidup.  Seorang penulis yang mengklain bahwa prosa yang baik itu harus “transparent”. Seperti tertuang dalam essay-nya yang berjudul “shooting an elephant”dan “politics and the English language”. Orwell biasanya mengambil tema politik untuk tulisannya.
Orwell lahir di Motihari, India, dimana ayahnya merupakan seorang kantoran bawah pada masa itu di Indian-Inggris. Dia mengenyam pendidikan di Inggris, di St. Cyprian’s, kemudian ia emnjelaskan sebagai ‘Crossgates” di dalam essay biograpinya “Such,such were the joys”. Pada tahun 1917 di memnagkan sebuah beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke universitas Eton, yang mana dia belajar disana hingga tahun 1921. Dan dia merupakan salah seorang yang hidup dalam kondisi keluarga kurang mampu.
Dari tahun 1922 hingga 1927 Orwell menjadi polisi imperial India (yang sekarang Myanmar). Orwell datang untuk mencoba menanamkan peraturannya sebagai sebuah representative pada sebuah pemerintah kolonial  dan untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan subjek masyarakat. Di Inggris pada tahun 1927 dia menentukan untuk berhenti menjadi polisi imperial dan mengambil langkah utnuk menjadi seorang penulis.
Pada tahun 1936 sebuah buku socialist yang menerangkan berapa banyak pengangguran yang hidup dan tinggal di dalam daerah kelas pekerjaan di Inggris Selatan. Kondisi para pekerja pengangguran batu bara. Di dalam “the road to wigan pier” (1937). Orwell mencoba merasakan hidup  Selama lebih dua bulan di Inggris selatan,  melakukan wawancara kepada para pekerja yang bekerja di pertambangan batu bara di Wigan pier,  keluarga mereka, tetanggga mereka dan para buruh. Dia ingin merasakan sendiri bagaimana hidup di lingkungan seperti itu dengan kondisi yang tidak nyamaman. Ketika ia merasakan hal itu, maka ia sendiri menyadarinya bahwa memang begitu tidak nyaman dan sangat menyedihkan ketika ia merasakan hidup di tengah-tengah mereka. Perjalanannya ke Wigan pier, bisa disebut dengan sebuah penelitian yang ia maksudkan untuk menyusun sebuah book dan kemudian dijadikan essay kondisi kemiskinan masyarakat Inggris di dalam kelas sosial bawah.

3.      Teori
Ada sesuatu yang menarik dalam hal yang menyangkut kata “Sejarah”, yang terkadang  kita sendiri pula terjebak dengan kata “Sejarah” tersebut. Dalam   ini, perlu dibedakan antara pendekatan sejarah dengan sejarah sastra, sastra sejarah, dan novel sejarah. Sama dengan pendekatan-pendekatan yang lainnya, pendekatan historis mempertimbangkan historisitas karya sastra yang di teliti. Dengan demikian dapat di katakana bahwa karya sastra yang tidak memiliki unsure sejrah di dalamnya tidak dapat diteliti lewat pendekatan sejarah.
Pendekatan sejarah menelusuri arti dan makna bahasa sebagaimana yang sudah tertulis, di pahami pada saat ditulis, oleh pengarang yang benar-benar menulis, dan sebagainya. Dalam hubungan ini perlu juga menghubungkannyna dengan karya-karya lain.
Pendekatan historis (sejarah) sangat mennonjol di abad ke-19, dengan konsekuensi karya sastra sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas. Dalam hubungan ini, pendekatan historis pada umumnya dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan, sastra lama dengan kerajaan-kerajaan besar,   sastra modern dengan gerakan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan pada umumnya. Dan hakikat karya sastra adalah imajinasi tetapi imajinasi memiliki konteks sosial dan sejarah.
Pendekatan historis pada umumnya lebih relevan dalam kerangka sejarah sastra tradisional, sejarah sastra dengan implikasi para pengarang , karya sastra, dan periode-priode tertentu, dengan objek karya-karya sastra individual. Dengan mempertimbangkan indikator sejarah dan sastra, maka berapa masalah yang menjadi ndeobjek sasaran pendekatan historis, di antaranya, sebagai berikut.
1.      Perubahan karya sastra dengan bahasanya sebagai akibat proses penerbitan ulang.
2.      Fungsi dan tujuan karya sastra pada saat diterbitkan.
3.      Kedudukan pengarang pada saat menulis.
4.      Karya sastra sebagai wakil tradisi zamannya.




4.      Pembahasan
Salah satu karya yang dihasilkan oleh George Orwell yaitu “The Road to Wigan Pier”. Yang mana karya sastra ini merupakan sebuah hasil karya yang cukup di bilang baik, yang mengangkat sebuah tema mengenai “Kehidupan orang miskin di sebuah daerah di pingggiran Inggris yakni Wigan Pier. dan juga karya ini mengangkat tema tentang adanya sebuah tingkat kelas masyarakat, antara kelas bawah (para pekerja) dan juga kelas atas (para penguasa).
When you see the unemployment figures quoted at two millions, it is fatally easy to take this as meaning that two million people are out of work…(chapter: 5).

Sangat jelas terlihat essay ini mengangkat sebuah realita sosial yang terjadi di masyarakat bahwa kemiskinan memang merajalela dan hampir separuh penduduk Inggris saat itu yang tidak memiliki pekerjaan.  Bisa di bayangkan dua miliyar masyarakat Inggris yang tidak bekerja (pengangguran).
Di tahun 1937, Penduduk Inggris yang berjumlah dua miliyar merupakan pengangguran. Tetapi jumlah yang begitu banyak ini hanyalah yang sudah ter-sensus oleh pemerintah, hanya angka yang menunjukkan berapa banyak orang yang mendapatkan bantuan. Dalam hal ini, kita khususnya saya pribadi sebagai masyarakat Indonesia. Pasti akan beranggapan “jadi penganggguran saja enak” dalam artian masih mendapatkan sebuah bantuan atau uang sokongan dari pemerintah karena menganggur. Satu yang harus dilakukan ialah mengambil angka ini dan mengalikannya dengan angka sekurang-kurangnya tiga untuk mendapatkan jumlah orang yang pada umumnya medapatkan pekerjaan dan mereka hidup diatas sokongan gaji yang telah mereka dapatkan dari hasil bekerja keras mereka. Jika digabungkan dengan para pension yang berhenti dari bekerja di dalam lingkungan industry maka akan mengahasilkan sekitar lima belas miliyar yang hidup dibawah sokongan dana dari pemerintah atas pengangguran merka dan orang-orang yang sudah melepas pekerjaannya (pensiun).


This is an enormous under-estimate, because, in the first place, the only people shown on unemployment figures are those actually drawing the dole—that is, in general, heads of families. An unemployed man’s dependants do not figure on the list unless they too are drawing a separate allowance. A labour exchange officer told me that to get at the real number of people living ors n (not drawing) the dole, you have got multiply the official figures by something over three. This alone brings the number of unemployed to round about six millions. But in addition there are great numbers of people who are in work but who, from a financial point of view, might equally well be unemployed, because they are not drawing anything that can be described as a living wage. …… (chapter: 5).

Dari kutipan diatas jelas menjelaskan kepada kita bahwa para pengangguran itu pada umumnya di bantu oleh sokonngan uang dari pemerintah. Yang dalam paraghrap ini di lukiskan dengan kata “dole” yang secara kamus bahasa Inggris berarti sedekah, uang sokongan, atau menerima uang karena menganggur. Begitu banyak jumlah para penganggur (pengangguran dan pension) yang menerima sokongan dan disamping itu pun mungkin saja masih banyak jumlah para penganggur yang tidak mendapat sokongan atau ter-sensus menerima “dole”, uang sokongan.
Di samping itu di dalam Essay ini pun di deskripsikan secara jelas bahwa banyak sekali hal-hal yang menggambarkan bahwa sungguh malangnya nasib mereka (yang berada di tahapan low class). keadaan tempat tinggal yang begitu tak memungkinkan untuk di huni dengan banyak orang. Seperti di gambarkan dalam essay ini.

“My bed was in the right corner on the side nearest the door. There was another bed across the foot of it and jammed hard against it (it had to be in that position to allow the door to open0 so that I had slept with my legs doubled up”.

Dalam hal ini kita mengetahui bahwa keadaan yang ada di sebuah rumah sewa itu seperti itu, kondisi tempat tidur yang memprihatinkan

“We lodgers were never given tripe to eat. At the time I imagined that this was because tripe was too expensive”.
“…, a bed in the attic and meals chiefly of bread-and butter. One of them was of ‘superior’ type and was dying of some malignant disease—cancer, I believe”.
“When you see the unemployment figures quoted at two millions, it is fatally easy to take this as meaning that two people are out of work…”.

Dari beberapa kutipan diatas jelas sekali terlihat pen-deskripsian situasi yang ada pada saat itu, yang di alami oleh masyarakat Inggris kelas bawah. Tempat tidur yang begitu sempit sehingga “George Orwell” ketika merasakan penderitaan itu bisa tertidur dengan menelungkupkan kepala di atas kedua kakinya. Disamping itu keadaan yang menghawatirkan juga di alami mereka dari segi makanan. Dalam essay ini digambarkan bahwa makanan yang mereka konsumsi sebenarnya tidak layak untuk di konsumsi karena justru akan membuat mereka sakit bahkan Orwell berpendapat bahwa makanan itu hanya akan membuat mereka menderita kanker. Atau bahkan kemungkinan besr makanan yang mereka konsumsi ialah makanan sisa, bekas orang lain laiknya para gelandangan. Sungguh sangat merupakan pemandangan yang mencengangkan.
Dari beberapa data dan informasi yang telah di paparkan di atas dapat kita teliti lebih dalam. Sebenarnya,  mengapa penduduk Inggris waktu itu mengalami suasana dan kondisi seperti itu, khususnya pada kelas bawah.
Orwell dalam essay-nya seolah menekankan masyarakat yang tinggal di dalam kondisi ini hidup pada kenyataan seperti ini karena mereka sendiri tidak dapat memberikan ‘accomodations”. Mereka bekerja keras setiap hari hanya untuk mendapatkan tempat untuk tidur, dan bukan merupakan sebuah tempat tidur yang nyaman untuk tidur pulas. Tetapi sebuah kesempatan untuk saling berbagi sebuah kasur yang mereka lakukan dengan yang lainnya. Dan untuk memakan sisa-sisa makanan. Itulah tempat yang di tempati oleh orang-orang Inggris disana.
Secara historical, Inggris pernah mengalami suatu waktu dimana ia mengalami sebuah resesi dan depresi dalam bidang ekonomi (ketidak stabilan ekonomi). Kemiskinan menempati sebuah eksistensi dan kehidupan mereka yang di gambarkan Orwell dengan menunjukkan seberapa depresinya kondisi tersebut mempengaruhi mereka. Sebagai contohnya selama kurun waktu ini komoditas selalu rendah sedangkan keperluan tinggi.
Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa memenag tidak adanya sebuah keseimbangan antara komoditas dan keperluan ia berbanding terbalik. Sehingga jelas akan memepengaruhi kehidupan orang-orang miskin yang sepertinya akan sangat jauh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, terutama dalam hal untuk memenuhi apa yang mereka perlukan di dlaam memenuhi kebutuhan hidupnya (pakaian, makanan, dan tempat tinggal).
Orwell dalam hal ini membicarakan bagaimana orang-orang bekerja untuk mendapatkan atau memenuhi keperluan hidupnya. Seperti untuk mendapatkan sesuatu yang mewah seperti baju bagus, shoping ketempat belanja, atau memepunyai alat-alat elektronik seperti salah satunya radio. Tetapi pada kenyataannya mereka tidak pernah mampu untuk mendapatkan barang-barang yang membuat mereka dapat kembali hidup. Seperti sweeter untuk menghangatkan tubuh, atau tempat tidur yang bagus. Karena disebutkan bahwa diantaranya ada sebuah keluarga yang tidak memiliki alas uidur dan mereka hanya untuk tidur dan mereka hanya menggunakan jaket bekas sebagai alas tidur mereka. Sungguh sangat menghawatirkan. 
Dari sudut pandangan seperti itu. Ironisnya memang masyarakat yang bekerja keras tanpa kenal lelah itu secara garis kesimpulan dapat dikatakan tidak memenuhi kebutuhan yang mereka butuhkan, pekerjaan dan keringat yang mereka korbankan tak lain hanyalah untuk membayar tempat tinggal mereka kepada para “Lodgers” atau orang yang menyewakan rumah mereka untuk para pendatang yang menginap disana. 
Orwell dalam hal ini membuat sebuah pendiskusian menyangkut permasalhan dalam hal ini, yakni mengenai sebuah sistem kelas yang sebenarnyamerupakan sesuatu yang lahir dari snobbery, ketika selama anak kecil. Itu merupakan sebuah cara hidup yang alami. Dan itu juga merupakan salah satu yang mereka harus kerjakan dengan kerja atau usaha yang keras. Orwell mengatakan bahwa prasangka pada kelas sosial bawah begitu besar dan ia percaya kehidupan di dalam kelas bawah itu biasanya dipandang rendah.
Orwell ingin mempengaruhi masyarakat Inggris untuk meninggalkan opini-opini mereka mengenai kekuatan atau kekuasaan yang ada pada kelas sosial atas. Dan semua itu seolah Orwell sendiri menyadarinya bahwa kejadian yang semacam itu hanyalah sebuah bentuk di dalam realita kehidupan dalam masyarakat. Hal ini pun merupakan salah satu factor pengendali dan seolah terdapat sebuah pertanyaan yang besar mengapa Orwell sendiri ingin menjadikan sebuah masyarkat sosialis.
Pada masa Orwell, adanya sebuah perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas dalam sosial masyarakat  mempengaruhi dirinya untuk mengetahui sebuah pembentukan masyarakat, yakni seperti membuat sebuah masyrakat Utopia. Orwell seakan telah tersentuh oleh mereka, kelas pekerja kerasterutama sebuah pengorbanan yang di lakukan para pekerja Inggris kelas bawah dalam melakukan pekerjaan yang tanpa henti tanpa sebuah keuntungan yang dapat mmebuat hidup mereka makmur, dalam hal dapat memenuhi keperluan hiudpnya. Dia percaya bahwa Slah satu cara yang dapat dilakukan oleh Inggris untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera atau bangkit dari keterpurukan ialah dengan cara memperbaiki kembali sistem ekonomi untuk mengggabungkan sebuah socialism. Orwell menyarankan kepada masyarakat Inggris untuk menganut faham sosialis, salah satunya dengan membandingkan sengan faham fasisme  dan mencoba untuk menunjukkan berapa banyak masyarakat yang lebih menyukai untuk menjadi sosialis karena kebebasan mereka terletak pada pemerintah yang mengaturnya dan membuat sebuah sistem di dalam masyarakat Inggris tersebut.
Dalam hal ini, kita bisa menyaksikan Orwell menyuguhkan sebuah solusi yang mnearik terhadap pemerintah Inggris dalam menangani masalah tersebut yaitu salah satunya dengan menganut faham sosialis. Karena jika pemerintah lebih bergantung pada mereka (Masyarakat kelas atas) yang di pandang seolah memiliki kuasa karena salah satunya mereka dapat menanamkan modal dan membantu menaikan kondisi ekonomi pemerintahan. Dalam hal ini, Orwell melirik masyarakat kelas bawah yang hanya bekerja keras setiap hari tanpa keuntungan yang dapat memebantu kehidupan mereka. Jika saja hal it uterus dijalankan maka akan terjadi sebuah diskriminasi. Masyarkat kelas bawah tidak memiliki ruang
 Gerak yang bebas layaknya para penguasa yang ada di kelas atas.
Orwell juga mencoba menanamkan sebuah pemahaman mengenai sosialisme yang selama beberapa tahun dipertentangkan setelah terjadi perang besar “Great War”.  Menurutnya bahwa ada sebuah perbedaan atau batas yang memebatasi tanah jajahan dan mesin (industry).
Dalam hal ini Orwell mengungkapkan, bagaimana sebuah kehidupan dapat di bangun dengan baik disekitar tanah jajahan dan mesin yang meruapakan salah satu dari sosialisme. Pada hakikatnya, semakin Orwell menawarkan atau mengungkap akan konsep mesin (industry) semakin  ia menampakan opini dia yang terlihat seakan-akan ia menawarkan sebuah point untuk pekerjaannya (hasil karya yang dibuatnya) pada tahun 1984. Bawa       Bisa juga dikatakan, deskripsinya mengenai kemiskinan secara benar membawa kepada kehidupan yang menakutkan dalam kelas bekerja dan kemiskinan.
Diskriminasi yang tejadi antara kelas bawah dan kelas atas merupakan issu yang paling santer dalam masalah ini. Melihat unsure sejarah, bahwa barangkali memang salah satu penyebab terjadinya lonjakan ekonomi yang tidak stabil di dalam masyarakat kelas bawah dan ketidakstabilannya itu, salah satunya disebabkan oleh sebuah sistem kapitalisme. Dimana para penguasa yang memeiliki modal dan menguasai daerah tersebut. Sedangkan masyarakat miskin ia hanyalah hidup di bawah kuasa dan kendali mereka.


5.      Kaitannya dengan karya sastra lain

Sungguh sebuah pemandangan yang mencengangkan, yang dirasakan oleh masyarakat Inggris kelas bawah. Seperti yang telah di kemukakan dalam teori “pendekatan sejarah”. Kita harus memiliki karya pembanding yang sama-sama menyoroti keadaan masyarakat Inggris. Dengan demikian, karya sastra dari Orwell ini tidak akan diragukan lagi kebenarannya. Baik kebenaran kondisi yang di alami Inggris maupun kebenaran karya sastra yang berfungsi sebagai wakil dari eksistensi zaman pada saat karya tulis itu di lahirkan.
Dalam hal ini, saya mengaitkannya dengan salah satu karya dari Friedrich Engels, lewat karyanya “The condition of the working class in England”. Engels disini berbeda dengan motode yang digunakan oleh Orwell, jika Orwell menggunakan metode terjun langsung ke lapangan, maka dalam hal ini Engles memeiliki latar belakang yang dapat merujuk ke pada sebuah inspirasinya menuliskan sebuah pemikiran atau gagasan berkenaan dengan keadaan orang Inggris waktu itu karena ia sendiri hidup atau tingggal di masa awal revolusi Industry dan ayahnya sendiri merupakan pekerja di sebuah firma textile.
Pekerjaan itu sendiri merupakan revolusionary untuk karyanya yang merupakan salah satu karya sastra yang paling lahir di awal masa. Karyanya muncul untuk member kritikan pada revolusi industry. Bagi Engels, “condition of the working class in England” membuat ia menjadi popular di Jerman dan menjadi terkenal sebagai sebuah masa klasik pada kondisi urban selama masa revolusi industry.
Engels sendiri berpartisipasi bersama Karl Marx dalam permasalahan ini. Marx sendiri setelah memepelajari karya Engels. Ada sebuah ekplorasi pada sebuah masa di Inggris yang mana sebuah populasi pekerja banyak dan terlihat adanya sebuah kafitalisme di dalam kelas atas yang mengkombinasikan penyebab kondisi kemiskinan yang terjadi Inggris. Konon dikatakan ada sebuah rasa emosional dan secara politik dia menulis dan mengungkapkan sebuah bentuk ketidak adilan pada masyarakat kelas bawah di dalam Industri Inggris kepada dunia.
Di dalam karyanya Engels mendeskripsikan kondisi masyarakat Inggris kelas bawah di masa revolusi Industri pada tahun 1845 di Inggris. Dia berharap dengan deskripsinya itu dia akan memulihkan kapitalisme yang ada di dalam kelas atas sedangkan begitu banyak orang yang berada di kelas bawah yang hidup gagal dengan kemiskinan. Di dalam karyanya Engondisi pekerja kels membuat sebuah klaim utama yang mengungkap kondisi pekerja yang disebabkan oleh sejumah factor.  Dan secara umum revolusi Industri di abad ke-19 di Inggris dan kapitalisme yang berkembang waktu itu cukup dibilang sukses atau berkembang baik di Inggris.

Dari perbandingan karya tersebut, dapat kita letahui bahwa memang begitu bannyak masyarakat kelas bawah yang tidak bekerja (pengangguran). Kondisi yang memprihatinkanpun di deskripsikan secara jekas kepada para pembaca khususnya dan kita semua seluruh komponen aspek masyarakat baik global maupun universal. Di tahun 1973 Inggris memang mengalami sebuah depresi ekonomi. Hal ini digambarkan akan sangat menyudutkan masyarakat bawah.
Dalam rangkaian sejarah, Inggris memang pernah mengalami perang besar dan pernah juga salah satu referensi mengatakan. Kondisi keuangan atau ekonomi Inggris tidak merata karena pemerintah sendiri mempunyai banyak hutang yang telah dikeluarkan ketika perang “World War II” berlangsung. Hal ini menuntut pemerintah Inggris untuk mencoba menanamkan sebuah sistem kapitalisme guna menyeimbangkan kembali kondisi ekonomi pemerintahan.
Disamping itu, revolusi industry yang muncul di Inggris menyebabakan adanya atau semakin pesatnya perkembangan jumlah pengangguran, karena dengan hadirnya mesin-mesin canggih yang daya kerjanya bisa menangani beberapa kali lipat dengan tenaga manusia menyebabkan tenaga manusia seolah kurang diperlukan. Sehingga tingkat atau jumlah pengangguran meledak jauh. Maka pantas saja jika begitu banyak masyarakat Inggris yang mengalami pengangguran atau tidak bekerja. Adapun diantaranya yang bekerja, mereka hanyalah berpenghasilan hanya bisa digunakan untuk mendapatkan tempat istirahat saja. Selebihnya masih banyak lagi keperluan yang belum terpenuhi.
Dan itu semua, kilas sebuah informasi bahwa di Negara Inggris yang terlihat maju sekalipun, di bagian belakang (masyrakat pinggiran) mereka masih banyak hidup tertekan dibawah kemiskinan.











Referensi

Ratna, kutha nyoman. Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. 2004. Pustaka pelajar: Yogyakarta
The Road to Wigan Pier Essay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar