Jumat, 23 Desember 2011

ESSAY : THE ROAD TO WIGAN PIER KARYA GEORGE ORWEL


UNSUR SEJARAH DALAM ESSAY THE ROAD TO WIGAN PIER
KARYA GEORGE ORWEL
Oleh
Neziala Elsa Raudhina

1.      Pendahuluan
Sebuah karya sastra baik yang berupa fiksi maupun Non-Fiksi selalu memiliki acuan yang bersumber dari sebuah kenyataan. Dapat di katakan bahwa kenyataan-lah yang melatarbelakangi atau menjadi inspirasi sebuah karya. Dalam hal ini, kita telah mengetahui bahwa karya fiksi selalu banyak dibumbui oleh daya khayal atau imajinasi dari pengarangnya, namun tidak dengan karya fiksi yang biasanya mengacu pada hal yang bersifat fakta, dan seluruh rangkaian isi dari tulisan tiada lain hanyalah mengacu pada hal yang brsifat realita.
Banyak hal yang melingkupi realita kehidupan dan menjadi problematika yang terkadang tak ada titik temu penyelesaiannya. Kehidupan merupakan salah satu keadaan dimana di dalamnya selalu dihubungkan dengan sosialisasi masyarakat sekitar atau hiruk pikuk kehidupan antara masyarakat dengan yang lainnya maupun dengan pemerintahan dan sistem yang berlaku di dalam lingkungan atau tempat dimana mereka tinggal.  Sebagai contohnya hal yang terkait dalam hal itu dalam bidang ekonomi, lifestyle, pemerintah, sosial- budaya, sejarah, dan lain sebagainya.   
Dari adanya sebuah kompleksitas yang sangat rumit di dalam kehidupan kita, maka tidak heran bahwa kita mempunyai sebuah rasa keingintahuan mengenai apa dan bagaimana faktor-faktor itu mempengaruhi lahirnya sebuah karya sastra.
Lalu factor apa yang menjadikan essay yang berjudul “The Road to Wigan Pier” karya George Orwell tersebut lahir dan menyebar kepada khalayak ramai? Seberapa besarkah pengaruh sejarah mempengaruhi lahirnya essay ini?.

2.      Biography Penulis

George Orwell meruapakan seorang sastrawan Inggris yang berkecimpung dalam pembuatan novel, essay, dan kritik sastra. Yang merupakan salah seorang sosok yang hebat dalam segi reporting dan politik pada kehidupnya dan era atau zaman ketika ia hidup.  Seorang penulis yang mengklain bahwa prosa yang baik itu harus “transparent”. Seperti tertuang dalam essay-nya yang berjudul “shooting an elephant”dan “politics and the English language”. Orwell biasanya mengambil tema politik untuk tulisannya.
Orwell lahir di Motihari, India, dimana ayahnya merupakan seorang kantoran bawah pada masa itu di Indian-Inggris. Dia mengenyam pendidikan di Inggris, di St. Cyprian’s, kemudian ia emnjelaskan sebagai ‘Crossgates” di dalam essay biograpinya “Such,such were the joys”. Pada tahun 1917 di memnagkan sebuah beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke universitas Eton, yang mana dia belajar disana hingga tahun 1921. Dan dia merupakan salah seorang yang hidup dalam kondisi keluarga kurang mampu.
Dari tahun 1922 hingga 1927 Orwell menjadi polisi imperial India (yang sekarang Myanmar). Orwell datang untuk mencoba menanamkan peraturannya sebagai sebuah representative pada sebuah pemerintah kolonial  dan untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan subjek masyarakat. Di Inggris pada tahun 1927 dia menentukan untuk berhenti menjadi polisi imperial dan mengambil langkah utnuk menjadi seorang penulis.
Pada tahun 1936 sebuah buku socialist yang menerangkan berapa banyak pengangguran yang hidup dan tinggal di dalam daerah kelas pekerjaan di Inggris Selatan. Kondisi para pekerja pengangguran batu bara. Di dalam “the road to wigan pier” (1937). Orwell mencoba merasakan hidup  Selama lebih dua bulan di Inggris selatan,  melakukan wawancara kepada para pekerja yang bekerja di pertambangan batu bara di Wigan pier,  keluarga mereka, tetanggga mereka dan para buruh. Dia ingin merasakan sendiri bagaimana hidup di lingkungan seperti itu dengan kondisi yang tidak nyamaman. Ketika ia merasakan hal itu, maka ia sendiri menyadarinya bahwa memang begitu tidak nyaman dan sangat menyedihkan ketika ia merasakan hidup di tengah-tengah mereka. Perjalanannya ke Wigan pier, bisa disebut dengan sebuah penelitian yang ia maksudkan untuk menyusun sebuah book dan kemudian dijadikan essay kondisi kemiskinan masyarakat Inggris di dalam kelas sosial bawah.

3.      Teori
Ada sesuatu yang menarik dalam hal yang menyangkut kata “Sejarah”, yang terkadang  kita sendiri pula terjebak dengan kata “Sejarah” tersebut. Dalam   ini, perlu dibedakan antara pendekatan sejarah dengan sejarah sastra, sastra sejarah, dan novel sejarah. Sama dengan pendekatan-pendekatan yang lainnya, pendekatan historis mempertimbangkan historisitas karya sastra yang di teliti. Dengan demikian dapat di katakana bahwa karya sastra yang tidak memiliki unsure sejrah di dalamnya tidak dapat diteliti lewat pendekatan sejarah.
Pendekatan sejarah menelusuri arti dan makna bahasa sebagaimana yang sudah tertulis, di pahami pada saat ditulis, oleh pengarang yang benar-benar menulis, dan sebagainya. Dalam hubungan ini perlu juga menghubungkannyna dengan karya-karya lain.
Pendekatan historis (sejarah) sangat mennonjol di abad ke-19, dengan konsekuensi karya sastra sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas. Dalam hubungan ini, pendekatan historis pada umumnya dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan, sastra lama dengan kerajaan-kerajaan besar,   sastra modern dengan gerakan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan pada umumnya. Dan hakikat karya sastra adalah imajinasi tetapi imajinasi memiliki konteks sosial dan sejarah.
Pendekatan historis pada umumnya lebih relevan dalam kerangka sejarah sastra tradisional, sejarah sastra dengan implikasi para pengarang , karya sastra, dan periode-priode tertentu, dengan objek karya-karya sastra individual. Dengan mempertimbangkan indikator sejarah dan sastra, maka berapa masalah yang menjadi ndeobjek sasaran pendekatan historis, di antaranya, sebagai berikut.
1.      Perubahan karya sastra dengan bahasanya sebagai akibat proses penerbitan ulang.
2.      Fungsi dan tujuan karya sastra pada saat diterbitkan.
3.      Kedudukan pengarang pada saat menulis.
4.      Karya sastra sebagai wakil tradisi zamannya.




4.      Pembahasan
Salah satu karya yang dihasilkan oleh George Orwell yaitu “The Road to Wigan Pier”. Yang mana karya sastra ini merupakan sebuah hasil karya yang cukup di bilang baik, yang mengangkat sebuah tema mengenai “Kehidupan orang miskin di sebuah daerah di pingggiran Inggris yakni Wigan Pier. dan juga karya ini mengangkat tema tentang adanya sebuah tingkat kelas masyarakat, antara kelas bawah (para pekerja) dan juga kelas atas (para penguasa).
When you see the unemployment figures quoted at two millions, it is fatally easy to take this as meaning that two million people are out of work…(chapter: 5).

Sangat jelas terlihat essay ini mengangkat sebuah realita sosial yang terjadi di masyarakat bahwa kemiskinan memang merajalela dan hampir separuh penduduk Inggris saat itu yang tidak memiliki pekerjaan.  Bisa di bayangkan dua miliyar masyarakat Inggris yang tidak bekerja (pengangguran).
Di tahun 1937, Penduduk Inggris yang berjumlah dua miliyar merupakan pengangguran. Tetapi jumlah yang begitu banyak ini hanyalah yang sudah ter-sensus oleh pemerintah, hanya angka yang menunjukkan berapa banyak orang yang mendapatkan bantuan. Dalam hal ini, kita khususnya saya pribadi sebagai masyarakat Indonesia. Pasti akan beranggapan “jadi penganggguran saja enak” dalam artian masih mendapatkan sebuah bantuan atau uang sokongan dari pemerintah karena menganggur. Satu yang harus dilakukan ialah mengambil angka ini dan mengalikannya dengan angka sekurang-kurangnya tiga untuk mendapatkan jumlah orang yang pada umumnya medapatkan pekerjaan dan mereka hidup diatas sokongan gaji yang telah mereka dapatkan dari hasil bekerja keras mereka. Jika digabungkan dengan para pension yang berhenti dari bekerja di dalam lingkungan industry maka akan mengahasilkan sekitar lima belas miliyar yang hidup dibawah sokongan dana dari pemerintah atas pengangguran merka dan orang-orang yang sudah melepas pekerjaannya (pensiun).


This is an enormous under-estimate, because, in the first place, the only people shown on unemployment figures are those actually drawing the dole—that is, in general, heads of families. An unemployed man’s dependants do not figure on the list unless they too are drawing a separate allowance. A labour exchange officer told me that to get at the real number of people living ors n (not drawing) the dole, you have got multiply the official figures by something over three. This alone brings the number of unemployed to round about six millions. But in addition there are great numbers of people who are in work but who, from a financial point of view, might equally well be unemployed, because they are not drawing anything that can be described as a living wage. …… (chapter: 5).

Dari kutipan diatas jelas menjelaskan kepada kita bahwa para pengangguran itu pada umumnya di bantu oleh sokonngan uang dari pemerintah. Yang dalam paraghrap ini di lukiskan dengan kata “dole” yang secara kamus bahasa Inggris berarti sedekah, uang sokongan, atau menerima uang karena menganggur. Begitu banyak jumlah para penganggur (pengangguran dan pension) yang menerima sokongan dan disamping itu pun mungkin saja masih banyak jumlah para penganggur yang tidak mendapat sokongan atau ter-sensus menerima “dole”, uang sokongan.
Di samping itu di dalam Essay ini pun di deskripsikan secara jelas bahwa banyak sekali hal-hal yang menggambarkan bahwa sungguh malangnya nasib mereka (yang berada di tahapan low class). keadaan tempat tinggal yang begitu tak memungkinkan untuk di huni dengan banyak orang. Seperti di gambarkan dalam essay ini.

“My bed was in the right corner on the side nearest the door. There was another bed across the foot of it and jammed hard against it (it had to be in that position to allow the door to open0 so that I had slept with my legs doubled up”.

Dalam hal ini kita mengetahui bahwa keadaan yang ada di sebuah rumah sewa itu seperti itu, kondisi tempat tidur yang memprihatinkan

“We lodgers were never given tripe to eat. At the time I imagined that this was because tripe was too expensive”.
“…, a bed in the attic and meals chiefly of bread-and butter. One of them was of ‘superior’ type and was dying of some malignant disease—cancer, I believe”.
“When you see the unemployment figures quoted at two millions, it is fatally easy to take this as meaning that two people are out of work…”.

Dari beberapa kutipan diatas jelas sekali terlihat pen-deskripsian situasi yang ada pada saat itu, yang di alami oleh masyarakat Inggris kelas bawah. Tempat tidur yang begitu sempit sehingga “George Orwell” ketika merasakan penderitaan itu bisa tertidur dengan menelungkupkan kepala di atas kedua kakinya. Disamping itu keadaan yang menghawatirkan juga di alami mereka dari segi makanan. Dalam essay ini digambarkan bahwa makanan yang mereka konsumsi sebenarnya tidak layak untuk di konsumsi karena justru akan membuat mereka sakit bahkan Orwell berpendapat bahwa makanan itu hanya akan membuat mereka menderita kanker. Atau bahkan kemungkinan besr makanan yang mereka konsumsi ialah makanan sisa, bekas orang lain laiknya para gelandangan. Sungguh sangat merupakan pemandangan yang mencengangkan.
Dari beberapa data dan informasi yang telah di paparkan di atas dapat kita teliti lebih dalam. Sebenarnya,  mengapa penduduk Inggris waktu itu mengalami suasana dan kondisi seperti itu, khususnya pada kelas bawah.
Orwell dalam essay-nya seolah menekankan masyarakat yang tinggal di dalam kondisi ini hidup pada kenyataan seperti ini karena mereka sendiri tidak dapat memberikan ‘accomodations”. Mereka bekerja keras setiap hari hanya untuk mendapatkan tempat untuk tidur, dan bukan merupakan sebuah tempat tidur yang nyaman untuk tidur pulas. Tetapi sebuah kesempatan untuk saling berbagi sebuah kasur yang mereka lakukan dengan yang lainnya. Dan untuk memakan sisa-sisa makanan. Itulah tempat yang di tempati oleh orang-orang Inggris disana.
Secara historical, Inggris pernah mengalami suatu waktu dimana ia mengalami sebuah resesi dan depresi dalam bidang ekonomi (ketidak stabilan ekonomi). Kemiskinan menempati sebuah eksistensi dan kehidupan mereka yang di gambarkan Orwell dengan menunjukkan seberapa depresinya kondisi tersebut mempengaruhi mereka. Sebagai contohnya selama kurun waktu ini komoditas selalu rendah sedangkan keperluan tinggi.
Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa memenag tidak adanya sebuah keseimbangan antara komoditas dan keperluan ia berbanding terbalik. Sehingga jelas akan memepengaruhi kehidupan orang-orang miskin yang sepertinya akan sangat jauh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, terutama dalam hal untuk memenuhi apa yang mereka perlukan di dlaam memenuhi kebutuhan hidupnya (pakaian, makanan, dan tempat tinggal).
Orwell dalam hal ini membicarakan bagaimana orang-orang bekerja untuk mendapatkan atau memenuhi keperluan hidupnya. Seperti untuk mendapatkan sesuatu yang mewah seperti baju bagus, shoping ketempat belanja, atau memepunyai alat-alat elektronik seperti salah satunya radio. Tetapi pada kenyataannya mereka tidak pernah mampu untuk mendapatkan barang-barang yang membuat mereka dapat kembali hidup. Seperti sweeter untuk menghangatkan tubuh, atau tempat tidur yang bagus. Karena disebutkan bahwa diantaranya ada sebuah keluarga yang tidak memiliki alas uidur dan mereka hanya untuk tidur dan mereka hanya menggunakan jaket bekas sebagai alas tidur mereka. Sungguh sangat menghawatirkan. 
Dari sudut pandangan seperti itu. Ironisnya memang masyarakat yang bekerja keras tanpa kenal lelah itu secara garis kesimpulan dapat dikatakan tidak memenuhi kebutuhan yang mereka butuhkan, pekerjaan dan keringat yang mereka korbankan tak lain hanyalah untuk membayar tempat tinggal mereka kepada para “Lodgers” atau orang yang menyewakan rumah mereka untuk para pendatang yang menginap disana. 
Orwell dalam hal ini membuat sebuah pendiskusian menyangkut permasalhan dalam hal ini, yakni mengenai sebuah sistem kelas yang sebenarnyamerupakan sesuatu yang lahir dari snobbery, ketika selama anak kecil. Itu merupakan sebuah cara hidup yang alami. Dan itu juga merupakan salah satu yang mereka harus kerjakan dengan kerja atau usaha yang keras. Orwell mengatakan bahwa prasangka pada kelas sosial bawah begitu besar dan ia percaya kehidupan di dalam kelas bawah itu biasanya dipandang rendah.
Orwell ingin mempengaruhi masyarakat Inggris untuk meninggalkan opini-opini mereka mengenai kekuatan atau kekuasaan yang ada pada kelas sosial atas. Dan semua itu seolah Orwell sendiri menyadarinya bahwa kejadian yang semacam itu hanyalah sebuah bentuk di dalam realita kehidupan dalam masyarakat. Hal ini pun merupakan salah satu factor pengendali dan seolah terdapat sebuah pertanyaan yang besar mengapa Orwell sendiri ingin menjadikan sebuah masyarkat sosialis.
Pada masa Orwell, adanya sebuah perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas dalam sosial masyarakat  mempengaruhi dirinya untuk mengetahui sebuah pembentukan masyarakat, yakni seperti membuat sebuah masyrakat Utopia. Orwell seakan telah tersentuh oleh mereka, kelas pekerja kerasterutama sebuah pengorbanan yang di lakukan para pekerja Inggris kelas bawah dalam melakukan pekerjaan yang tanpa henti tanpa sebuah keuntungan yang dapat mmebuat hidup mereka makmur, dalam hal dapat memenuhi keperluan hiudpnya. Dia percaya bahwa Slah satu cara yang dapat dilakukan oleh Inggris untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera atau bangkit dari keterpurukan ialah dengan cara memperbaiki kembali sistem ekonomi untuk mengggabungkan sebuah socialism. Orwell menyarankan kepada masyarakat Inggris untuk menganut faham sosialis, salah satunya dengan membandingkan sengan faham fasisme  dan mencoba untuk menunjukkan berapa banyak masyarakat yang lebih menyukai untuk menjadi sosialis karena kebebasan mereka terletak pada pemerintah yang mengaturnya dan membuat sebuah sistem di dalam masyarakat Inggris tersebut.
Dalam hal ini, kita bisa menyaksikan Orwell menyuguhkan sebuah solusi yang mnearik terhadap pemerintah Inggris dalam menangani masalah tersebut yaitu salah satunya dengan menganut faham sosialis. Karena jika pemerintah lebih bergantung pada mereka (Masyarakat kelas atas) yang di pandang seolah memiliki kuasa karena salah satunya mereka dapat menanamkan modal dan membantu menaikan kondisi ekonomi pemerintahan. Dalam hal ini, Orwell melirik masyarakat kelas bawah yang hanya bekerja keras setiap hari tanpa keuntungan yang dapat memebantu kehidupan mereka. Jika saja hal it uterus dijalankan maka akan terjadi sebuah diskriminasi. Masyarkat kelas bawah tidak memiliki ruang
 Gerak yang bebas layaknya para penguasa yang ada di kelas atas.
Orwell juga mencoba menanamkan sebuah pemahaman mengenai sosialisme yang selama beberapa tahun dipertentangkan setelah terjadi perang besar “Great War”.  Menurutnya bahwa ada sebuah perbedaan atau batas yang memebatasi tanah jajahan dan mesin (industry).
Dalam hal ini Orwell mengungkapkan, bagaimana sebuah kehidupan dapat di bangun dengan baik disekitar tanah jajahan dan mesin yang meruapakan salah satu dari sosialisme. Pada hakikatnya, semakin Orwell menawarkan atau mengungkap akan konsep mesin (industry) semakin  ia menampakan opini dia yang terlihat seakan-akan ia menawarkan sebuah point untuk pekerjaannya (hasil karya yang dibuatnya) pada tahun 1984. Bawa       Bisa juga dikatakan, deskripsinya mengenai kemiskinan secara benar membawa kepada kehidupan yang menakutkan dalam kelas bekerja dan kemiskinan.
Diskriminasi yang tejadi antara kelas bawah dan kelas atas merupakan issu yang paling santer dalam masalah ini. Melihat unsure sejarah, bahwa barangkali memang salah satu penyebab terjadinya lonjakan ekonomi yang tidak stabil di dalam masyarakat kelas bawah dan ketidakstabilannya itu, salah satunya disebabkan oleh sebuah sistem kapitalisme. Dimana para penguasa yang memeiliki modal dan menguasai daerah tersebut. Sedangkan masyarakat miskin ia hanyalah hidup di bawah kuasa dan kendali mereka.


5.      Kaitannya dengan karya sastra lain

Sungguh sebuah pemandangan yang mencengangkan, yang dirasakan oleh masyarakat Inggris kelas bawah. Seperti yang telah di kemukakan dalam teori “pendekatan sejarah”. Kita harus memiliki karya pembanding yang sama-sama menyoroti keadaan masyarakat Inggris. Dengan demikian, karya sastra dari Orwell ini tidak akan diragukan lagi kebenarannya. Baik kebenaran kondisi yang di alami Inggris maupun kebenaran karya sastra yang berfungsi sebagai wakil dari eksistensi zaman pada saat karya tulis itu di lahirkan.
Dalam hal ini, saya mengaitkannya dengan salah satu karya dari Friedrich Engels, lewat karyanya “The condition of the working class in England”. Engels disini berbeda dengan motode yang digunakan oleh Orwell, jika Orwell menggunakan metode terjun langsung ke lapangan, maka dalam hal ini Engles memeiliki latar belakang yang dapat merujuk ke pada sebuah inspirasinya menuliskan sebuah pemikiran atau gagasan berkenaan dengan keadaan orang Inggris waktu itu karena ia sendiri hidup atau tingggal di masa awal revolusi Industry dan ayahnya sendiri merupakan pekerja di sebuah firma textile.
Pekerjaan itu sendiri merupakan revolusionary untuk karyanya yang merupakan salah satu karya sastra yang paling lahir di awal masa. Karyanya muncul untuk member kritikan pada revolusi industry. Bagi Engels, “condition of the working class in England” membuat ia menjadi popular di Jerman dan menjadi terkenal sebagai sebuah masa klasik pada kondisi urban selama masa revolusi industry.
Engels sendiri berpartisipasi bersama Karl Marx dalam permasalahan ini. Marx sendiri setelah memepelajari karya Engels. Ada sebuah ekplorasi pada sebuah masa di Inggris yang mana sebuah populasi pekerja banyak dan terlihat adanya sebuah kafitalisme di dalam kelas atas yang mengkombinasikan penyebab kondisi kemiskinan yang terjadi Inggris. Konon dikatakan ada sebuah rasa emosional dan secara politik dia menulis dan mengungkapkan sebuah bentuk ketidak adilan pada masyarakat kelas bawah di dalam Industri Inggris kepada dunia.
Di dalam karyanya Engels mendeskripsikan kondisi masyarakat Inggris kelas bawah di masa revolusi Industri pada tahun 1845 di Inggris. Dia berharap dengan deskripsinya itu dia akan memulihkan kapitalisme yang ada di dalam kelas atas sedangkan begitu banyak orang yang berada di kelas bawah yang hidup gagal dengan kemiskinan. Di dalam karyanya Engondisi pekerja kels membuat sebuah klaim utama yang mengungkap kondisi pekerja yang disebabkan oleh sejumah factor.  Dan secara umum revolusi Industri di abad ke-19 di Inggris dan kapitalisme yang berkembang waktu itu cukup dibilang sukses atau berkembang baik di Inggris.

Dari perbandingan karya tersebut, dapat kita letahui bahwa memang begitu bannyak masyarakat kelas bawah yang tidak bekerja (pengangguran). Kondisi yang memprihatinkanpun di deskripsikan secara jekas kepada para pembaca khususnya dan kita semua seluruh komponen aspek masyarakat baik global maupun universal. Di tahun 1973 Inggris memang mengalami sebuah depresi ekonomi. Hal ini digambarkan akan sangat menyudutkan masyarakat bawah.
Dalam rangkaian sejarah, Inggris memang pernah mengalami perang besar dan pernah juga salah satu referensi mengatakan. Kondisi keuangan atau ekonomi Inggris tidak merata karena pemerintah sendiri mempunyai banyak hutang yang telah dikeluarkan ketika perang “World War II” berlangsung. Hal ini menuntut pemerintah Inggris untuk mencoba menanamkan sebuah sistem kapitalisme guna menyeimbangkan kembali kondisi ekonomi pemerintahan.
Disamping itu, revolusi industry yang muncul di Inggris menyebabakan adanya atau semakin pesatnya perkembangan jumlah pengangguran, karena dengan hadirnya mesin-mesin canggih yang daya kerjanya bisa menangani beberapa kali lipat dengan tenaga manusia menyebabkan tenaga manusia seolah kurang diperlukan. Sehingga tingkat atau jumlah pengangguran meledak jauh. Maka pantas saja jika begitu banyak masyarakat Inggris yang mengalami pengangguran atau tidak bekerja. Adapun diantaranya yang bekerja, mereka hanyalah berpenghasilan hanya bisa digunakan untuk mendapatkan tempat istirahat saja. Selebihnya masih banyak lagi keperluan yang belum terpenuhi.
Dan itu semua, kilas sebuah informasi bahwa di Negara Inggris yang terlihat maju sekalipun, di bagian belakang (masyrakat pinggiran) mereka masih banyak hidup tertekan dibawah kemiskinan.











Referensi

Ratna, kutha nyoman. Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. 2004. Pustaka pelajar: Yogyakarta
The Road to Wigan Pier Essay

ESSAY: A MODEST PROPOSAL BY JONATHAN SWIFT


A MODEST PROPOSAL BY JONATHAN SWIFT
By. Neziala Elsa Raudhina 


Jonathan Swift merupakan seorang penulis Irlandia, melalui essay-nya yang berjudul A modest proposal inilah ia mengungkapkan sebuah kekuatan politik yang bersifta satire berkenaan dengan kondisi ekonomi dan sosial pada orang-orang miskin di Irlandia, di bawah peraturan pemerintahan Inggris. Essay ini lebih menerangkan akan keadaan anak-anak Irlandia yang lahir di tengah keluarga miskin. Banyak hal-hal yang satire di dalam essay ini.
            Satire sendiri merupakan kata yang diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.
IT is a melancholly Object to those, who walk through this great Town, or travel in the Country; when they see the Streets, the Roads, and Cabbin-doors crowded with Beggars of the Female Sex, followed by three, four, or six Children, all in Rags, and importuning every Passenger for an Alms. These Mothers, instead of being able to work for their honest Livelyhood, are forced to employ all their Time in stroling to beg Sustenance for their helpless Infants; who, as they grow up, either turn Thieves for want of Work; or leave their dear Native Country, to fight for the Pretender in Spain, or sell themselves to the Barbadoes.


Dari kutipan di atas jelas terlihat bahwa Swift disini seolah mengungkapkan sebuah keritik tentang keadaan dan kondisi yang ada disana. Disini disbutkan, sebuah pemandangan yang seolah menyenangkan padahal mengerikan sekali. “ketika kita berjalan menelusuri kota, kita akan mendapatkan para pelacur (female sex) yang di ikuti oleh banyak anak di sini disebutkan tiga, empat, atau enam anak. Ini begitu bertentangan dengan keadaan yang diharapkan. Disamping itu, dari kutipan diatas dapat terlihat, bahwa  para ibu mereka mampu bekerja. Seperti meminta-minta, mencuri, atau bahkan menjual diri mereka sendiri kepada “Barbadoes”. Jelas sekali terlihat sebuah keadaan yang irony, di kota besar banyak berkeliaran yang demikian.

I THINK it is agreed by all Parties, that this prodigious Number of Children in the Arms, or on the Backs, or at the Heels of their Mothers, and frequently of their Fathers, is in the present deplorable State of the Kingdom, a very great additional Grievance; and therefore, whoever could find out a fair, cheap, and easy Method of making these Children sound and useful Members of the Commonwealth, would deserve so well of the Publick, as to have his Statue set up for a Preserver of the Nation.

Kutipan diatas menerangkan pemikiran Swift, ia mengatakan seolah-olah semua itu disetujui oleh seluruh partai. Bahwa sangat banyak jumlah anak yang ada dalam ayunan atau gendongan, atau pada neraka ibu mereka. Dan kebanyakan pada ayah mereka merupakan sesuatu yang tercela dari sebuah kerajaan, hal itu merupakan sebuah penambahan keluhan yang begitu besar. Bagaimanapun dapat menemukan sebuah keadilan, murah, dan metode yang mudah untuk memebuat suara anak mereka dan menggunakannya pada commonwealth.

Dari kutipan diatas, terlihat ada sesutau keironisan ketika Negara yang berlandaskan azas kerajaan, yang acapkali di dalam suatu kerajaan terbangun suasana yang aman, tentram dan sejahtera. Tapi ini malah bertentangan. Sebuah keadaan yang bertentangan dengan posisi suatu Negara. Ketika Negara menjadi muncul dan memiliki harkat yang tinggi namun masyarakat Negara tersebut hidup dibawah tekanan kemiskinan yang seolah hidup di dalam suasana atau Negara miskin.

THERE is likewise another great Advantage in my Scheme, that it will prevent those voluntary Abortions, and that horrid Practice of Women murdering their Bastard Children; alas! too frequent among us; sacrificing the poor innocent Babes, I doubt, more to avoid the Expence than the Shame; which would move Tears and Pity in the most Savage and inhuman Breast.

Salah satu tujuan dari adanya tulisan yang di buat oleh Swift ini, ia seolah dibayangi oleh sebuah ketakutan. Jika saja hla itu dibiarkan, maka Swift ketakutan akan terjadinya Aborsi atau pembunuhab yang dilakukan oleh ibunya terhadap anak haramnya. Dengan adanya sebuah kehawatiran tersebut jelas sekali Nampak sebuah tujuan yang mungkin Swift sendiri mempunyai sebuah keinginan atau harapan dari pemerintah untuk mempertimbangkan secara teliti dan baik mengenai nasib mereka. Mengingat bebrapa aspek yang bisa jadi korban jika masalah tersebut tidak diselesaikan.


Contemporary critical Theory : Kritik Post Kolonil dari dongeng “puteri Hijau”.



KRITIK POST KOLONIL DARI DONGENG "PUTERI HIJAU"

By. Neziala Elsa Raudhina


                Konflik yang terjadi antara dua kerajaan dalam hal ini sangat terlihat yaitu antara kerajaan Aceh yang di pimpin oleh Sultan Iskandar dan kerajaan Deli yang di pimpin oelh seorang ratu yang cantik dan perawan yaitu Ratu Hijau. Secara letak geograpis Deli, hamparan sungai terletak di Medan yang menghubungkan antara Medan dan Sumatra. Penggunaan kata RATU HIJAU dalam karakter ratu kerajaan Deli ini cukup mewakili deskripsi dari daerah Deli tersebut. Yang disebutkan bahwa Deli merupakan daerah subur akan tanaman tembakau dan majunya industry sangat pesat disana. Ada sebuah  kekhawatiran bahwa Aceh itu sendiri tertarik dengan kesuburan Deli saat itu. Yang begitu mengggoda.
                Dalam cerita ini, Sultan Iskandar menyuruh hulubalang untuk menelisik binaran hijau di seberang sana yang selalu berkilap setiap malam. Dan ternyata itu bersinar dari Putri Hijau di Deli. Dengan tanpa berpikir panjang Sultan Iskandar ingin mempersunting putri. Namun sayangnya Putri Hijau menolak lamaran Sultan Iskandar dengan satu alasan karena masyarakatnya belum makmur dan sejahtera.
                Sangat menarik, jika diperhatikan seolah ada tawaran untuk bergabung dari kerajaan Aceh kepada Deli dan salah satu motivasinya ialah untuk menyatukan masyarakat yang mereka pimpin. Dengan kesuburan dan kemutakhiran Deli, Aceh sendiri seolah tidak merasa khawatir dan tanpa berpikir panjang untuk mengadakan penggabungan. Namun, disini Deli sangat berhati-hati akan ke- pemanpaatan dari pihak manapun. Ada sebuah cita-cita yang ditawarkan pemimpin Deli sendiri, akan membuat raja sejahtera, setelah sejahtera  ia akan memebuka peluang dengan siapa-pun yang hendak berkoalisisi dalam hal bisnis dan lain sebagainya untuk sama-sama mensejahterakan rakyatnya.
                Penolakan yang diberikan Ratu hijau ternyata membuat Sultan Iskan dar marah dan  engadakan pertempuran diantara kedua kerajaan tersebut. Super hebatnya kerajaan Aceh dengan taktik jitunya memasang logam dalam senapannya, sehingga mereka tergiur memungut logam yang berserakan dan melupakan tugas mereka untuk melawan kerajaan Aceh. Hal tersebut membuat Ratu Hijau menyerah ke pangkuan Sultan Iskandar. Hanya satu yang tidak pernah mau menyerah ialah adik putri hijau yang memilih menceburkan diri ke laut Cina Selatan.
                Pada khakikatnya Uang membuat mereka menyerah dan putrid pun mau di pinang oleh Sultan Iskandar dan dibawa pergi ke Aceh. Dalam hal ini, Putri Hijau tidak begitu saja menyerah dan mau ikut mereka, di antara mereka mengadakan persetujuan bahwa Putri Hijau akan ikut dengan syarat di simpan di kotak kaca. Persetujuan itu seakan memberi arahan kepada kita bahwa walau dalam keadaan tunduk terhadap Aceh – pun Deli masih ingin selalu menjadi yang istimewa dan berada di posisi dan ditempatkan dalam keadaan yang nyaman dalam artian tetap dalam hidup sejahtera.
                Jatuhnya rencana sultan Iskandar membawa Putri Hijau ialah karena hempasan ombak dan naga hijau raksasa yang menculiknya dari kapal. Sehingga Putri Hijau lenyap di laut Cina Selatan.
                Hal tersebut menoleh satu persepsi dan banyak yang beranggapan bahwa Naga besar itu ialah jelmaan adik Putri Hijau. Dalam hal ini dapat kita analogikan bahwa Laut Cina Selatan salah satu jalan yang menjadi penyelamat bagi Deli. Dapat dilihat dari kejadian adik Putri Hijau yang karena tidak mau menyerah kepada Aceh ia menenggelamkan diri ke Lut Cina Selatan dan kemudian Putri Hijau sendiri pun di selamatkan oleh naga Hijau raksasa dan tenggelam di laut Cina Selatan. Cina Selatan seolah penyelamat mereka. Dan Naga raksasa yang ada di dalamnya pun berwarna Hijau. Raksasa dan hijau ialah jelmaan dari penguasa dan pemerintahan Cina Selatan yang saat itu lewat tangan saudara Putri Hijau menjadi penyelamat ancaman kekuasaan Aceh yang khendak merebutnya. Dalam hal ini jelas ada sebuah kerjasama antara Deli dan Cina Selatan untuk saling memberi pertolongan dan saling menguntungkan. Deli tidak lagi tertarik untuk bergabung dengan bekerjasama dengan Aceh tapi Deli lebih memeilih Cina Selatan yang untuk mengadakan sebuah kerjasama. Dan penjelmaan Naga raksasa itu cukup mewakili bahwa Cina Selatan memiliki tawaran lebih besar utnuk kemajuan dan kesejahteraan masyaraakat Deli.

PROSE STORY: FOLLOW THE EAGLE BY WILLIAM KOTZWINKLE

MENGUNGKAP TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM CERPEN FOLLOW THE EAGLE KARYA WILLIAM KOTZWINKLE


BAB I
PENDAHULUAN 

              Pada dasarnya sebuah cerita dalam karya sastra muncul karena ada sebuah latar belakang yang membangunnya, salah satunya ialah ide yang muncul dalam pikiran pengarang, hal tersebut berasal dari kenyataan yang ada dan kemudian di tuangkan dalam sebuah karya sastra.
              Namun, sejauh mana ide yang nyata tersebut di manupulasi hingga menjadi sebuah cerita fiksi? Yang sebenarnya hal tersebut ada karena sesuatu yang ada dalam kehidupan aslinya atau dalam realitanya.
              Semua karya sastra, pasti dipengaruhi oleh background sastrawannya dan juga di latar belakangi segala apa yang terjadi dalam lingkungan hidupnya. Sebagaimana dalam karya sastra cerpen follow the Eagle karya William Kotzwinkle, hal tersebut di latar belakangi oleh asal hidup atau tempat tinggal si pengarang di Amerika (Native America).
              Begitu juga dengan tokoh atau pemeran yang bermain dalam sebuah cerita, di buat sedemikian rupa sehingga ia dapat mewakili konsep nyata yang ingin di hadirkan oleh pengarang dalam gayanya bercerita. Karakter  menentukan penggambaran sebuah cerita, sehingga penggambaran karakter harus dibuat sedemikian rupa sehingga ia dapat di imajinasikan di dalam dunia nyata layaknya mereka benar-benar ada dan terbayang atau dapat terpikir postur tubuh, gaya, sifat, dan lain sebagainya. Sehingga pembaca memahami benar karakter tersebut.
              Kemudian bagaimanakah karakter yang dibangun dan apa pembangunnya dalam cerpen “Follow the Eagle”?.


BAB II
KONSEP TEORI

              Sebagaimana telah saya sebutkan bahwa karakter dalam sebuah cerita sangat penting. Mengapa demikian? Karena penggambaran seorang pengarang terhadap kareakter yang dibangunnnya dalam cerita akan menentukan dan meyakinkan pembaca akan kebenaran cerita tersebut, sehingga jika hal itu tidak dibangun dengan baik oleh si pengarang maka suatu cerita itu akan terlihat bohong dan tidak hidup.
              Kita perlu menggarisbawahi kata tokoh dan penokohan, yang terkadang kita menganggap hal itu merupakan dua point penting dalam cerita yang sama padahal berbeda.  Kata tokoh ialah digunakan untuk menyebut pemeran atau para tokoh yang ada dalam alur cerita. Mereka berperan untuk menghidupkan isi cerita sehingga cerita tersebut menjadi lebih hidup dan menarik untuk di baca.
               Kemudian penokohan ialah kata yang digunakan untuk menyebutkan cara pengarang dalam menghadirkan tokoh dalam sebuah cerita. Menurut Panuti Sudjirman[1] “ pengarang mempunyai beberapa metode untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita atau disebut dengan penokohan, diantaranya yaitu: metode analisis dan metode dramatik. Metode analasis memaparkan secara langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan sifat batin (perasaan, hasrat,pikiran) tokoh cerita. Kedua ialah metode dramatik yaitu cara pelukisan watak tokoh dalam cerita yang tidak secara langsung di ungkapkan oleh pengarang, namun para pembaca biasanya menyimpulkan sendiri tentang watak tokoh dalam cerita. 
              Kebanyakan cerpen-cerpen modern menekankan unsur perwatakan tokohnya, dan itu menjadikan sebuah pandangan yang memuncak pada masa kini, namun tidak melupakan juga bahwa cerpen-cerpen zaman dahulupun mengangkat tokoh cerita menjadi satu point yang dianggap penting untuk menghidupkan cerita.
              Cerita dianggap bagus, atau qualitas cerita dianggap mempunyai qualitas tinggi jika pengarang mampu menyajikan dan menghidupkan watak tokoh-tokohnya dalam cerita, sehingga jika watak tokoh cerita lemah, maka lemahlah cerita tersebut.
              Tiap tokoh harus memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi pendidikan, latar belakang kehidupan, asal daerah, dan lain sebagainya. Disamping itu pula pengarang harus bisa mendramatisasi penyampaiannya dalam cerita, sehingga para tokoh menjadi hidup.
              Boulton mengungkapkan bahwa “cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dan dalam cerita fiksi, pelaku diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, sepatu,  dan lain-lainnya”.   
              Setiap tokoh memiliki peranan yang berbeda-beda dalam sebuah cerita, diantaranya yaitu peran penting atau peran utama, dan tokoh tambahan atau tokoh pembantu yaitu peran yang hanya melengkapi, melayani atau mendukung tokoh utama. Dan untuk mengetahui tokoh utama dalam suatu cerita maka kita dapat melihatnya dengan seringnya ia muncul dalam sebuah cerita tersebut, sehingga dapat kita ketahaui bahwa munculnya ia dalam cerita mendominasi cerita, dan ia memiliki andil yang sangat penting dalam cerita. Tidak hanya dengan itu saja, kita dpaat mengetahui tokoh utama dalam sebuah cerita ialah dari “petunjuk,  yang diberikan oleh pengarang”. Biasanya pengarang sering mengomentari tokoh utama, memberikan suatu kesan pada pembaca, banyak membahas tentang dirinya dan kehidupannya secara mendalam.
              Tokoh dalam sebuah cerita digambarkan layaknya dalam kehidupan nyata yaitu ada yang memiliki watak baik yang disebut dengan protagonis, dan ada juga yang memiliki watak jahat, yang disebut dengan antagonis.
              Disamping itu juga, ragam pelaku atau tokoh dalam sebuah karya sastra itu ialah :
       *           Simple character
       *           Complex character
       *           Pelaku dinamis
       *           Pelaku statis

1.        Simple Character
Karakter ini ialah tokoh dalam cerita yang tidak terlalu menunjukan suatu permasalahan yang komplek dalam dirinya. Permunculannya hanya dihadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak menimbulkan ke komplekan masalah yang di alaminya. Dalam prosa fiksi karakter ini umumnya pelaku tambahan yang tidak memiliki konflik yang komplek dalam ceritanya.
2.        Complex Character
Karakter ini dimaksudkan untuk tokoh yang permunculannya dalam sebuah cerita sering disandarkan pada berbagai masalah yang komplek dalam dirinya. Dan dirinya pun seakan-akan dibebni sebuah masalah, dan dalam sebuah prosa fiksi biasanya muncul dalam pelaku utama sebuah cerita.
3.        Pelaku Dinamis
Pelaku ini ialah pelaku yang biasanya memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. Ragam pelaku dinamis ini seolah-olah disesuaikan dengan kondisi manusia yang wataknya terkadang berubah-ubah dari mulai lahir hingga tumbuh dewasa.
4.        Pelaku Statis
Pelaku ini ialah pelaku yang tidak mununjukan perubahan dalam dirinya. Sehingga pelaku ini biasanya dari awal munculnya dalam cerita sampai endingnya sama saja berkarakter baik maupun jahat. Dan itu semua tidak ada terjadi perubahan dalam wataknya.

              Dalam memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya dengan tuturan pengarang mengenai watak atau karakter pelakunya, gambaran yang diberikan pengarang berdasartkan lingkungan kehidupan dan caranya berpakaian, pengarang menunjukan bagaimana perilakunya, melihat bagaimana tokoh berbicara mengenai dirinya sendiri, memahami jalan pikiran tokoh dalam cerita, melihat bagaimana tokoh lain berbicang dengan tokoh utama, melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.

              Jika di klasifikasikan secara khusus, kita dapat mnegenali karakter dari sebuah cerita melalui beberapa cara. Hal itu dapat digambarkan seperti ini:

*            Melalui apa yang diperbuatnya, hal ini jelas akan menghantarkan kita untuk memahami watak tokoh dari cara ia berbuat, karena biasanya watak seseorang tercermin dari perbuatannya.
*            Melalui ucapan-ucapannya, dari cara tokoh berbicara, pembaca dapat mengetahui apakah ia seorang yang muda, tua, wanita, pria, berpendidikan rendahsik tokoh atau tinggi, kasar, halus, dan lain sebagainya.
*            Melalui penggambaran fisik tokoh, dalam hal ini, pengarang sering mendeskripsikan atau menggambarkan fisik tokoh seperti bentuk tubuh, wajah, cara berpakaian dan lain sebagainya.
*            Melalui pikiran-pikirannya, disini pengarang melukiskan apa yang dipikirkan oleh  seseorang tokoh dalam cerita yaiut salah satu cara penting yang dapat menjelaskan perwatakannya. Dengan demikian para pembaca dapat mengetahui penyebab segala apa yang di lakukannya.
*            Melalui penerangan langsung,  cara ini yang memudahkan pembaca untuk memahami watak tokoh, karena dengan cara ini pengarang menjelaskan secara jelas, langsung, dan gambling akan watak tokoh.
              Dengan demikian, karakter disebut sangat penting dalam suatu karya disamping dapat menghidupkan sebuah cerita juga dapat menjadi penyokong untuk memahami konflik yang ada dalam sebuah cerita.



BAB III
PEMBAHASAN

Follow the Eagle karya William Kotzwinkle ialah cerita pendek yang sangat menarik untuk dibahas, terutama dari segi tokoh dan penokohan yang membangunnya sehingga cerita tersebut memberikan kesan yang menarik untuk ikut diteliti dan di bahas mengenai perangai yang menyebabkannya menjadi sangat kompleks dalam cerita tersebut.
Ada beberapa tokoh yang terdapat dalam cerpen Follow the Eagle diantanya:
*      Johnny Eagle
*      Domingo
*      Red Wing

1.      Tokoh Johnny Eagle
        Johnny Eagle ialah orang native America yang bersuku bangsa Navaho Canyon, yang tinggal di sebuah perumahan atau penampungan orang-orang india (Navaho Indian Reservation), Suku navaho sendiri merupakan suku bangsa yang terluas di Amerika. Biasanya mereka percaya akan kekuatan spirit roh nenek moyang,
juga mereka sering melakukan “ceremony” dengan bernyanyi dan menari.
         tokoh utama dalam cerita ini, karena ia yang memegang peranan penting dalam cerita dari awal cerita hingga akhirpun ia sering disoroti oleh pengarang sebagai penghidup cerita tersebut. Bahkan di bagian klimaksnya Eagle sendiri mati karena terjatuh kedalam jurang yang curam dan ia terjauh karena kesalahan kecepatan yang dia pilih ketika meloncati jurang. “ --- One fifty, man, not one twenty-five, as the far cliff for which he hungered came no closer, ---“ ; hal tersebut menunjukan Eagle mempunyai peranan penting dalam cerita ini dan ia memerankan peran yang membawakan sebuah permasalahan atau konflik utama dalam cerita.
        Tokoh Eagle mempunyai peran sebagai “Complex Character yang dinamis” yang mempunyai permasalahan yang kompleks dalam dirinya dan berubah-ubah karakter, misalnya dia adalah seorang laki-laki yang pemberani, tapi di sisi lain ia adalah seorang laki-laki yang terkulai oleh rayuan perempuan, sehingga ketika Eagle terjatuh kejurangpun ia masih mengingat kekasihnya. Dan kekompleksan itu terlihat dari permasalahan yang dihadapinya. Yaitu ia mempunyai semangat yang tinggi untuk pergi mendaki gunung dengan mengendarai sepedanya. “Johnny Eagle climbed onto his 750-cubic-centimenter Arupa motor-cycle---“. Eagle spit into the canyon and tromped the starter of his bike. “When you goin’, man? Shouted Domingo over the roar. Tomorrow!.”
“Gitchimanito is watchin out for me, baby, said Eagle, ---“.  
        Dari kalimat pertama kita tahu bahwa tokoh Eagle itu akan mengadakan sebuah perjalanan dengan sepedanya melewati beberapa bagian yang curam. Kata Tommorow juga Gitchmanito (great spirit) ialah kata yang dapat menunjukan bahwa tokoh Eagle mempunyai semangat tinggi untuk mendapatkan atau disebut orang yang memiliki great spirit.
        Namun, Eagle sendiri memiliki konflik batin yang tidak disebutkan secara jelas oleh pengarang yaitu  konflik batin dengan kekasihnya “Red Wing” yang merasakan keberatan dengan kepergiannya dan tidak mau di tinggalkannya, namun disisi lain ia memiliki keinginan untuk memiliki great spirit tersebut sebagaimana dalam kata Gitchimanito, yang merupakan sebuah dialect orang Native America ” The central concept of their religion was the all-pervading Great Spirit, referred to in some Algonquian dialects as Gitchee Manitou or simply Manitou.”[2] dalam konsep utama agama mereka yaitu meliputi sebuah Great spirit. Konflik batin yang tidak dijelaskan langsung itu terlihat ketika ia masuk kedalam jurang, dalam cerita ada flash back yang mengingatkan ia terhadap kekasihnya Red Wing; “Don’t go, Johnny. He strained to lift his falling horse, to carry her above the morning, to fly with her between his legs, rupturing several muscles in his passion and …”. Ini memeperlihatkan pada kita bahwa Eagle mempunyai konflik batin yaitu merasa berat meninggalkan kekasihnya.
        Eagle bisa disebut orang yang romantis, hal itu terlihat dari kisah percintaannya bersama kekasih Red Wing. “That night was a party for Johnny Eagle on the reservation. He danced with Red Wing in long house. …”.
“…. He mounted her, ridding bareback, up the draw, slow, to the moon.”  Dari kalimat tersebut dapat kita ketahui bahwa ia menuangkan kasih sayangnya dengan berdansa bersamanya, disamping itu juga hal yang paling terlihat ketika ia  melakukan hubungan intim bersama kekasihnya.

2.      Domingo
        Domingo merupakan orang Mexico, yang merupakan bagian dari southwestern United State. Domingo ialah orang yang ikut bersama Eagle pergi mendaki gunung dengan menggunakan sepeda.
        Tokoh ini muncul sebagai tokoh tambahan atau pembantu tokoh pertama. Karena kemunculannya hanyalah sebagai teman atau pendukung tokoh utama Johnny Eagle saja. hal itu dapat terlihat dari : “ . Followed by the Mexican, Domingo”. Dari kalimat ini dapat kita lihat bahwa ia tidak memiliki peran utama sebagaimana Johnny Eagle, tetapi ia hanya berperan sebagai tokoh sampingan dan hanya melengkapi tokoh utama dalam cerita. Sebagiamana dalam situasi lain terlihat, “…, Domingo at the wheel, Eagle slouches in the corner by the door”. “SO LONG MAN!” He shouted….” Hal tersebut memberikan penjelasan pada kita bahwa Domingo ini hanyalah berperan sebagai tokoh pembantu saja.
        Domingo ini memiliki karakter sebagai simple Character yang dinamis, yaitu tokoh yang munculnya tidak dengan permaslahan yang kompleks, namun ia muncul sebagai tokoh yang tenang dan mengalur seperti alur yang maju mengikuti alur ceritia. Domingo seolah hanya mendampingi Eagle dalam cerita, ia disebut dengan statis, karena krakter atau wataknya yang tetap dan tidak berubah, dari awal hingga akhir ia hanya mempunyai karakter sebagai seorang teman yang mendampingi Eagle.
        Mengapa Domingo berkarakter dinamis? Karena di dalam cerita ia memiliki atau mengalami perubahan pada karakternya, yaitu  pertama dia berkarakter sebagai seorang teman setia yang mendampingi tokoh pertama Eagle, yang selalu ikut dan membumbui cerita dengan tokoh pertama. Namun, ketika di bagian terakhir, Domingo berubah karakterseolah menjadi seorang laki-laki playboy yang datang ke tempat para pelacuran (Ensenada). “ And Domingo, riding down to Ensenada, to see the girl in Ensanada, crossed the border singing”. hal itu menunjukan bahwa dia menjadi laki-laki yang berhura-hura bersenang-senang dengan kepuasan nafsu bersama perempuan, sedangkan dibagian pertamanya ia seolah-olah terlihat seperti orang yang baik, setia kawan, dan selalu senang dengan tantangan dalam menjalani kehidupan meskipun tak seberani layaknya Johnny Eagle.
        Nama Domingo, dalam cerita ini kemungkinan di ambil dari nama orang Dominican, yang dalam sejarah tercatat sebagai salah satu kota di  bagian India Barat. Mereka mendapat kebebasan atau kemerdekaan dari Spanyol, yang kemudian Dominican sendiri tidak mendapatkan sebuah kebebasan berpolitik, dan Dominican biasannya mengikuti apa yang terjadi, dan bahasanya pun orang Dominican mengikuti tradisi orang spanyol. Jadi besar kemungkinan Domingo ialah sebuah lambang suatu kota yang merupakan yang Native Amerika juga, yang terkukung karena ketidakbebasan dan mereka hanya mengikuti “culture” yang dibawa oleh Negara yang menjajah[3]. Mungkin saja pengarang disini ingin mengungkapkan bahwa ada sebagian orang Native American yang masih tidak mempunyai kebebasan dan hanya mengikuti budaya yang ada saja, tanpa mempunyai pendirian.

3.      Red Wing
        Red wing ini merupakan kekasihnya Eagle yang tinggal bersama Eagle di reservasion. “ … “Stay with me,” she said, holding him till dawn, and he rose up awhile she was sleeping. The reservation was grey, the shacks crouching in the dawn light”. Dari kalimat tersebut terlihat bahwa ia sedang memadu kasih dengan Eagle, dan hal itu menunjukan bahwa ia merupakan sepasang kekasih yang sedang dimadu cinta, karena ia (Red Wing) takut di tinggalkan oleh Eagle yang mau pergi. Dan persamaan tempat tinggal Red Wing dan Eagle yaitu terlihat dari kata Reservation. Dan Red Wing ada disana, ditempat Johnny Eagle.
        Red Wing berkarakter “Simple Character” yang statis. Karena ia muncul dalam cerita hanya sebagai seorang pelengkap cerita saja. yaitu hanya muncul ketika suatu malam ada pesta atau “Ceremony” di reservation. Dia dihadirkan oleh pengarang cerita untuk melengkapi watak tokoh pertama sebagai laki-laki, yang seperti kita ketahui bahwa seorang laki-laki itu biasanya tak lepas dari wanita. Dan disini Red Wing sengaja dihadirkan pengarang sebagai salah satu wakil, yang mewakili kehawatiran pengarang, masyarakat dan juga mungkin pembaca. Bahwa apa yang akan dilakukan Eagle itu sebenarnya berbahaya bagi dirinya sendiri. Sehingga kehawatiran Red Wing di gambarkan seperti kehawatiran seorang yang begitu menyayangi Eagle ketika ia hendak pergi mendaki pegunungan dengan sepedanya. Sehingga jelas sekali terlihat bahwa Red Wing hanya sebagai pelengkap saja dalam cerita dan kemunculannya tidak sering dalam cerita tersebut, hanya di bagian malam saja, dan meskipun ada di bagian selanjutnnya hal itu sebagai Flash back yang pada intinya settingnya itu masih tetap pada malam hari di Reservation. 
        Dan Red Wing ini disebut statis , karena ia berkarakter tetap, dan tidak berubah-ubah dari satu karakter ke karakter yang lain. Red Wing tetap menjadi seorang wanita (kekasih) Eagle yang tidak mau di tinggalkan oleh Eagle, dan dia begitu terlihat menyayangi dan takut kehilangan Eagle. Hal tersebut dapat terlihat dari kalimat:
“Don’t Go Tomorrow, said Red Wing, ...”.
“Oh, Johnny”, she moaned, quivering beneath him, “don’t go,” and he …”
“stay with me”, she said, holding him till dawn, and …”
“Don’t do Johnny. …”
“Johnny, don’t go. O.K. babe I’ll stay here.”
“…. She held me in my screwloose, Johnny Eagle, be my old man, babe ….”

        Dari beberapa kalimat diatas, Nampak sekali bahwa pengarang sengaja mengulang beberapa kalimat “DON”T GO” itu yang di wakili oleh sosok Red
Wing, yaitu untuk menunjukan bahwa aka nada sesuatu yang akan terjadi menimpa Eagle selepas kepergiannya dari reservation, yaitu kematian.
        RedWing ialah tokoh pembantu atau pelengkap bagi tokoh pertama. Namun, kehadiran Red Wing inilah yang sebenarnya mewakili beberapa pertanyaan atau beberapa masalah yang akan terjadi dalam diri eagle, dan cukup mewakili pandangan atau kwhawatiran akan kenyataan yang di yakini oelh seorang Native American Navaho Canyon yang percaya terhadap kekuatan gaib sebagai “Great Spirit”. 

BAB IV
SIMPULAN

        Dari cerpen Follow the Eagle ini dapat kita simpulkan bahwa cerita ini di bentuk atau di bangun oleh asusmsi pengarang terhadap kenyataan yang ada di dalam kepercayaan masyarakan Native American yang bersuku bangsa Navaho canyon, dimana Eagle sebagai tokoh utama dalam cerita megang peranan yang menggambarkan realitas dalam kehidupan Navaho Canyon yang menggambarkan sebuah Great Spirit itu dengan sebuah keberanian besar, meskipun nyawa sendiri taruhannya, Eagle adalah tokoh yang mewakili kepercayaan masyarakat dalam Indian reservation mengenai sesuatu hal yang gaib.
        Domingo, yang di ceritakan sebagai orang Mexico merupakan tokoh pembantu dalam cerita, di gambarkan penulis sebagai seorang sahabat setia Johnny Eagle. Hal itu dapat di analogikan sebagai pengikut kepercayaan yang diyakini oleh orang Native American, dan Domingo ini ialah satu tokoh yang mekali satu ungkapan ketidak bebasan seseorang yang sepertinya terkungkung dan mnegikuti tradisi orang lain.
        Dan Red Wing, yang merupakan tokoh pembantu itu mengambarkan sebuah asusmsi kekhawatiran pengarang dan menumbuhkan sebuah teka-teki yang terselubung bagi pembaca, dengan beberapa dialongnya yaitu mengulang-ulang kata “Don’t Go Johnny!”.
        Dengan demikian kita simpulkan bahw akarakter cerpen Follow the Eagle itu sebenarnya ialah sebuah realita yang kemungkinan terjadi dalam masyrakat Native American khususnya, bahwa kepercayaan, tradisi, hal-hal ghaib, mitos, budaya, dan sebuah kehawatiran berbagai pandangan memang merupakan sesuatu yang kompleks jika di hadapkan dalam sebuah kehidupan yang penuh dengan fatamorgana.




DAFTAR PUSTAKA

Sumardjo, Jakob. Seluk-beluk dan petunjuk MENULIS CERITA PENDEK. 2004. Pustaka Latifah : Bandung.
Aminuddin. Pengantar Apresiasi karya sastra. 2002. Sinar Baru Algensido: Bandung.
Zulfahnur, dkk. Teori sastra. 1996. Jakarta.


[1] MPBI 3/1987:150-152
[2] Encarta 2009. All Rights reserved 
[3] Mc. Encarta 2009.all rights reserved.